BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam Islam terdapat Tiga kerjaan Besar yang muncul ke permukaan bumi dalam kurung waktu 1500 – 1800 M. tiga kerajaan yang di maksud adalah kerajan Turki Usmani,kerajaan safawi di Persia dan kerajan Mughal di India. Di masa kemajuan,tiga kerajaan besar ini mempunyai kejayaan masing-masing, terutama dalam bentuk literatur dan arsitek. Masjid-masjid dan gedung-gedung indah yang di dirikan disaman ini masih dapat di lihat di Istambul, Tibriz dan Isfahan serta kota – kota lain di Iran dan Delhi. Kemajuan umat islam di zaman ini lebih banyak merupakan warisan kemajuan di masa periode klasik. Perhatiann pada ilmu pengetahuan masih kurang. Tentu saja bila di bandingkan kemajuan yang di capai pada masa Dinasti Abbasiyah, khususnya di bidang ilmu pengetahuan.Namun, menarik untuk dikaji,karena kemajuan pada masa ini terwujud setelah dunia Islam mengalami kemunduran beberapa abad lamanya[1].
Ada dua aspek menarik dari pengkajian sejarah kerajaan Shafawi pada 1501-1722 m. pertama, lahirnya kembali dinasti Shafawiyah adalah kebangkitankembali kerajaan Islam ketika Islam sebelumnya pernah mengalami masa kecemerlangan. Kedua, Dinasti Shafawiyah telah memberikan kepada Iran semacam” Nwgara Nasional” dengamn identitas baru yaitu Aliran Syi’ah yang menurut G.H. Jansen merupakan landasan bagi perkembangan nasionalisme Iran modern[2].
B. Rumusan Masalah
Beradasarkan latar belakang masalah yang tersebut di atas, maka penulis dapat mengambil rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana bentuk dan corak perkembangan Kerajaan Syafawi di Persia?
2. Bagaimana persaingan antara kerajaan Syafawi dengan Turki Usmani?
3. Bagaimana penyebab keruntuhan kerajaan Safawi di Persia ?
4. Apa saja bentuk kemajuan yang dapat dicapai dalam masa pemerintahan dinasti Syafawi di Persia?
5. Apa penyebab kemunduran kerajaan Syafawi?
C. Tujuan Penulisan
Adapun Tujuan penulisan makalah ini diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Agar dapat mengetahui bentuk dan corak Perkembangan Kerajaan Safawi di Persia.
2. Agar dapat mengetahui persaingan yang terjadi antara kerajaan Syafawi dengan Turki Usmani.
3. Agar dapat mengetahui apa penyebab keruntuhan Kerajaan Safawi di Persia.
4. Agar dapat mengetahui kemajuan-kemajuan yang dicapai dinasti Syafawi dalam kurung masa pemerintahannya.
5. Agar dapat mengetahui penyebab mundurnya kerajaan Syafawi.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kerajaan Syafawi di Persia
Persia selama kurang lebih delapan abad lamanya berada di bawah kekuasaan arab dan Mongol. Pada awal abad ke-16 (1501 M) orang Persia dapat mendirikan sebuah kerajaan yang berliran Syi’ah di bawah pimpinan Shekh Ismail. Bangsa Safawiyah adalah penganut sekte Syi’ah yang taat dari keturunan imam ketujuhnya, yaitu Imam Musa al-Qazim. Pada masa kekuasaan Timur Lang orang Syafawi berdiam di kota Ardabil, Aserbaijan.terdapat seorang sufi dan ulama terkenal yaitu Sheikh Safiuddin Ishak adalah kakek dari Sheikh Ismail. Berangkat dari namanya inilah dinasti ini di namakan Syafawiyah[3].
Nama safawiyah diambil dari nama pendirinya, Safi Al-din (1252-1334 M) dan nama safawi itu terus dipertahankan sampai tarekat ini menjadi gerakan politik bahkan nama itu terus dilestarikan setelah gerakan ini berhasil mendirikan kerajaan. Kecenderungan memasuki dunia politik itu mendapat wujud kongkritnya pada masa kemimimpinan Juneid (1447-1460 M). dinasti safawi memperluas gerakannya dengan menambahkan kegiatan politik pada kegiattan keagamaan. Perluasan kegiatan ini yang menimbulkan kanflik anatara Junaed dengan penguasa Kara Konyunlu (domba hitam), dalam konflik tersebut, Juneid kalah dan diasingkan ke suatu tempat. Di tempat baru ini ia mendapat perlindungan dari penguasa Diyar Bark, AK-Konyunlu (domba hitam), salah satu bangsa turki yang berkuasa di wilayah itu.[4]Juga satu suku bangsa Turki. Ia tinggal di Istana Uzun Hasan, yang ketika itu menguasai sebagian besar Persia.
Selama dalam masa pengasingan, Junaed tidak tinggal diam. Ia malah dapat menghimpun kekuatan untuk kemudian beraliansi secara politik dengan Uzun Hasan. Ia juga berhasil mempersunting salah seorang saudara perempuan Uzun Hasan. Pada tahun 1459 M, Junaed mencoba merebut Ardabil tetapi gagal. Pada tahun 1460 M ia mencoba merebut Sircassia tetapi pasukan yang dipimpinnya dihadang oleh tentara Sirwan. Ia sendiri terbunuh dalam perbunuh dalam pertempuran tersebut.
Ketika itu anak Junaed, Haedar masih kecil dan dalam asuhan Uzun Hasan karena itu kepemimpinan gerakan Syafawi baru bisa diserahkan kepadanya secara resmi pada tahun 1470 M. hubungan Haedar dehngan Uzun Hasan semakin erat setelah Haedar mengawini salah seorang puteri Uzun Hasan. Dalam perkawinan ini lahirlah Ismail yang kemudian menjadi pendiri kerajaan Syafawi di Persia.
Kemenangan AK Konyulu pada tahun 1476 M terhadap Kara Konyulu, membuat gerakan militer Syafawi yang dipimpin oleh Haedar dipandang sebagai rival politik oleh AK Konyulu dalam meraih kekuasaan selanjutnya. Padahal, sebagaimana telah disebutkan bahwa Syafawi adalah sekutu AK konyunlu. AK Konyunlu berusaha melenyapkan kekuatan militer dan kekuasaan dinasti Syafawiyah. Karena itu, ketika Syafawi menyerang wilayah Sircassia dan pasukan Sirwan, AK Koyunlu mengirim bantuan militer kepada Sirwan sehingga pasukan Haedar kalah dan Haedar sendiri terbunuh dalam peperangan itu.
Ali, putra dan pengganti Haedar, didesak oleh para balatentaranya untuk menuntut balas atas kematian ayahnya, terutama kepada AK Koyunlu. Tetapi Ya’kub pemimpin AK Koyunlu dapat menangkap dan memenjarakan Ali bersama saudaranya, Ibrahim dan Ismail, dan ibunya, di Fars selama empat setengah tahun (1489-1493 M). mereka dibebaskan oleh Rustam, putera mahkota AK Koyunlu dengan syarat mau membantunya memerangi saudara sepupunya. Setelah saudara sepupunya Rustam dapat dikalahkan. Ali bersaudara kembali ke Ardabil. Akan tetapi, tidak lama kemudian Rustam berbalik memusuhi dan menyerang Ali bersaudara, dan Ali terbunuh dlam serangan ini (1494 M)[5]
Tercatat bahwa Timur Lang membebaskan tawanan perang di Anggora dari tujuh suku karena perrmintaan dari Syafiuddin. Ketujuh suku bermukim di Diar-e Bakr, Asia kecil. Kesemua suku tersebut berterima kasih kepada Syaifuddin dan mendukung kekuasaan Syafawiah.mereka di kenal dalam sejarah dengan nama Kijilbash. Ayahnya Shah Ismail yaitu Shah Haidar sebagai ahli strategi meliter dan peperangan. Dia hidup sederhana sesperti orang sufi. Telah di sebut bahwa Uljaitu yang semula beraliran sunni beralih ke aliran Syi’ah, maka sejak itu wilayah Persia mulai tertanam aliran Syi’ah yang dikembangkan oleh Dinasti Changtai-timuria terutama masa Timur Lang secara resmi sekte Syi’ah ditetapkan sebagai agama atau aliran Negara[6]. Oleh karena itu, Shah Ismail, seorang sufi yang menyukai filsafat agama, adalah khalifa yang pertama kali dalam dunia islam yang menerapakan Syi’ah Itsna’Asy’ariah sebagai ajaran resmi Negara Iran, lanjutan dari Timur yang menjadikan paham Syi’ah sebagai paham resmi Negara di Tabriz. karena Syi’ah menjadi ajaran resmi Negara, maka Shah Ismail pun dijuluki sebagai Shah-eSyi’ah (raja orang-orang Syi’ah).setelah berhasil menaklukkan Azerbaijan,maka ibu kota Negara selanjatnya diputuskan di Tabriz (semula merupakan ibukota Dinasti Ilkhan).
B. Masa Persaingan Dengan Turki
Selama periode Safawiyah di Persia persaingan antara Turki untuk memperebutkan kekuasaan antara turki dan Persia menjadi realita. Naman demikian, Ismail menjumpai saingan sebagai kepala batu terberat antara kedua penguasa muslim (Salim: Sunni dan Ismail: Syi’ah) berasal dari kebencian Salim dan pengejaran terhadap seluruh umat muslim Syi’ah yang ada di daerah kekuasaannya. Fanatisme Salim memaksanya untuk membunuh 40.000 orang yang dicurigai dan di dakwa, bahwa mereka itu telah mengingkari ajaran sunni. ketegangan kedua penguasa yang menjadi kenyataan dalam perang Chalddiran, Tabriaz (6 September 1514), di mana Ismail hampir ditawan, meskipun para tentara Jenesari Turki tidak puas di daerah Iran, mereka segera pulamg ke Turki sebelum menundukkan Ismail secara penuh. Namun hasilyang nyata ialah daerah Diyar Bakr dan Khuzistan menjadi wilayah kekuasaan Turki Usmani. Persia pimpinan Shah Ismail yamg dibandingkan oleh motif-motif religious dan politik guna menjalankan perang Turki, sang Shah mengadakan persahabatan dengan portugis yang ada di India untuk menyerbu Turki dan Mesir.tetapi kegemaran Salim berperang sangat kuat tidak dapat di halang-halangi. Perjanjian Persia-Portugis akhirnya tidak terwujud. Di samping itu, peperangan di Persia kurang menguntungkan bagi Salim, jika dibandingkan dengan Syria dan Mesir, menyebabkan akhirnaya Shah dapat mempertahankan Persia.
Pada 1524, Shah Ismail wafat. Wilayah kekuasaannya meliputi daerah Utara Tranxosania sampai Teluk Persia di wilayah Selatan. Afganistan di bagian timur hingga bagian barat Sungai Efrat. Setelah Ismail wafat, puteranya bernama Shah Thamasp, yang berusia sepuluh tahun diangkat sebagai raja. Pada 1554 M, ia mengadakan perjanjian damai dengan Sulaiman Agung dari Turki Usmani. Dengan perjanjian ini, seluru Persia dikuasai kecuali Diar-e-Bakr dan Kurdistan[7].
C. Penyebab Internal Keruntuhan
Setelah Shah Thamasp wafat terjadilah benturan antara para pangeran Syafawi denhan suku Kijilbash. Ia membagi wilayah kekuasaannya kepada para pangeran. Pada saat ia meningal dunia,hanya ada anak kelima yang dekat dengan ayahnya, yaitu Haedar Mirza. Dia kemudia mengumumkan dirinya sebagai Sultan.inilah yang menyebabkan orang-orang Kijilbas berontak. Akhirnya Haedar Mirza terbunuh.[8]
Kemudian naiklah Ismail Mirza sebagai sultan,yang dikenal kejam dan rakus pada 1576. Setelah naik takhta selama dua tahun tak sekalipun ia menengok ibunya yang berusia lanjut dan sakit-sakitan. Ia membunuh delapan pangeran dan lima belas kerabat kerajaan. Ismail Mirzia mengumumkan dirinya sebagai penguasa yang adil,namun pada kenyataanya kepribadian dirinya tidak memiliki sifat keadilan dan earifan tersebut. Pada saat kematianya rakyat merasa terbebas dari kediktatoranya.kemudian ia di gantikan oleh Muhammad Mirza(anak sulung dari Shah Thamps),selanjutnya ia digelar Shah Muhammad Khuda Bandah.periode ini tidak ada kemajuan yang berarti.
Setelah itu naiklah Shah Abbas sebagai sultan (1587-1629 M) raja yang kelima. Yang mampu menduduki puncak kejayaanya [9].Sultan Abbas naik tahta dalam usia17 tahun dan memerintah tahun 1558-1620M.Sultan ini mulai memerintah ketika daulah Umaniyah sedang mencapai kebesaranya pada masa Sultan Sulaiman Agung,karena itu Sultan Abbas mengajak damai[10]. Pada masa itulah Sultan Abbas memperbaiki korps angkatan perangnya dengan system modern dengan peralatan perang meriam sebagaimana angkatan perang usmaniyah hal yang disebabkan karena keberhasilannya menstabilkan kondisi pemerintahan yang sebelumnya kaca balau.Dengan angkatan perang seperti inilah Abbas Agung mencapai kebesaranya. Daerah meluas sampai Tibriz, Syrwan, Irak, dan negeri lembah kaukasus di sebelah barat,serta sampai kebalakh dan Merv di sebelah timur.Dikuasai pulau-pulau Hermuz diteluk Persi dan di jadikan Bandar perniagaaan, diberi nama baru yang melekat sampai sekarang, bandar Abbas.ibu kota di pindahkan ke Isfahan yang di hiasi dengan istana-istana, mesjid-mesjid, jembatan, dan taman bunga.pada zamannya berkembanglah kebudayaaan dan ilmu pengetahuan.di antara ilmuan yang terkenal ialah Muhammad Baqir ibnu Muhammad Damad,seorang ahli filsafat dan ilmu pasti.Sultan sendiri ikut aktif dalam penyelidikan ilmu ini.tidak ketinggalan mengembankan pula ilmu pengetahuan agama terutama ilmu fiqih Karena menurut anggapan kaum syi’ah pintu ijtihad tidak pernah tertutup,mujtahid tidak terputus selamanya[11].
D. Wujud Dan Cara Kemajuan Dinasti Safawiyah
1. Kemajuan di Bidang Politik
Pengertian kemajuan di bidang politik adalah terwujudnmya integritas wilayah Negara yang luas yang dikawal oleh suatu angkatan bersenjata yang tangguh dan diatur oleh suatu pemerintah yang kuat, serta mampu memainkan peranan dalam percaturan politik internasional.
Sebagaimana lazimnya kekuatan politik suatu Negara ditentukan oleh kekuatan angkatan bersenjata, Syah Abbas I juga telah melakukan langkah politiknya yang pertama, membangangun angkatan bersenjata dinasti Syafawiyah yang kuat, besar dan modern. Tentara Qizilbas yang pernah menjadi tulang punggung dinasti Syafawiyah yang besar, pada masan awal dipandang Syah Abbas tidak bisa diharapkan lagi. Qizilbas hanya menjadi semacam tentara non-reguler yang tidak bisa diharapkan lagi untuk menopang citra politik Syah yang besar. Untuk itu dibangun suatu angkatan bersenjata regular. Inti suatu militer ini direkrutnya dari bekas tawanan perang, bekas orang-orang Kristen di Georgia dan Circhasia ayang sudah mulai dibawa ke Persia sejak Syah Thamps (1524-1576 M) mereka diberi gelar “Ghulam”. Mereka dibina dengan pendidikan mkiliter yang militant dan dipersenjatai secara modern. Sebagai pimpinannya, Syah Abbas mengngkat Allahwardi Khan, salah seorang dari ghulam itu.
Dalam membangun ghulam, Syah Abbas mendapatkan dukungan dari dua orang Inggris, yaitu Sir Antoni Sherli dan saudaranya, Sir Rodet Sherli. Mereka mengajari tentara Syafawi untuk membuat meriam sebagai erlengkapan tentara yang modern. Kedatangan kedua orang Inggris itu oleh sebagian sejarawan dipandang sebagai upaya strategi Inggris untuk melemahkan pengaruh Turki usmani di Eropa yang menjadi musuh besar Inggris saat itu. Bagaimanapun dengan bantuan dua oranbg Inggris itu, Syah Abbas memiliki tentara yang dapat diandalkan. Hal ini terbukti sekitar 3000 ghulam dijadikan”cakrabirawa” oleh Syah sendiri.
2. Kemajuan di Bidang Ekonomi
Kerajan Syafawi masa Syah Abbas mengalami kemajuan di bidang ekonomi, terutama industry dan perdagangan. Pada akhir abad ke-15 (1498) Vasco da Gama, seorang pelaut Portugis menemukan jalan ke Timur melalui tanjung selatan di Afrika. Penemuan ini membuka fase baru dalam perkembangan dunia perdangaangan internasional.bangsa Eropa sendiri berlomba-lombe berlayar ke Timur untuk memperebutkan daerah-daerah perdagangan yang menguntungkan. Portugis pada akhir abad ke-16 telah menguasai paling tidak tiga kota dagang terpenting di sekitar samudera Hindia, yaitu Hormuz di Persia, Goa di India dan Malaka di Malaya. Sukses Portugis Ini diikuti oelh bangsa-bangsa lainnya seperti Prancis, Inggris, Jerman, Belanda, dan Spanyol. Pada masa Abbas, dinasti Syafawiyah menguasai Hormuz, bahkan membangun sendiri kota dagang Bandar Abbas di teluk Persia. Dengan ini, Syafawi telah memegang kunci perdagangan Internasional di lautan, khususnya di teluk Persia yang ramai. Sedangakan di Utara, di sekitar laut kaspia, Saafwi juga menjalani hubungan dengan Rusia. Perdagangan di darat dari sentral Asia, tetapi melalui kota-kota penting Safawi, seperti Heart (Harat), Marv, Nishafur, Tabriz dan Baghdad
3. Kemajuan di Bidang Fisik Tata Kota
Ibukota Safawi ialah kota yang sangat indah. Pembangunan besar-besaran dilakukan Syah Abbas terhadap Ibukotanya, Isfahan. Pada saat ia mangkat di Isfahan, terdapat 162 buah masjid, 48 buah perguruan tinggi, 1082 buah Losmen yang luas untuk penginapan tamu-taamu khalifah dan 237 unit permandian umum. Di antara yang paling terkenal ialah masjid Syah yang mulai dibangun sejak 1611 M, masjid Luthfullah yang dibangan pada 1603 M. Syah Abbas juga membangun Istana megah yang disebut Chihil Sutun atau istana empat puluh tiang, sebuah jembatan besar di atas sungai Zende Rudd dan taman bunga empat penjuru.
4. Kemajuan di Bidang Filsafat dan Sains
Pada masa Dinasti Syafawi filsafat dan sains bangkit kembali di dunia Islam, khususnya di kalangan orang-orang Persia yang berminat tinggi p[ada perkembangan kebudayaan. Erkembangan yang baru ini eret kaitannnya dengan aliran Syiah yang ditetapkan Dinasti Syafawi sebagai agama resmi Negara.
Dalam Syiah Dua Belas ada dua golongan, yakni Akbari dan Usul. Mere berbeda dalam memahami ajaran agama. Yang pertama cenderung berpegangteguh kepada hasil ijtihad para mujtahid Syiah yang sudah mapan. Sedangkan yang kedua mengambil langsung dari sumber ajaran Islam, al-Qur’an dan al-Hadis, tanpa terikat kepada mujtahid.Golongan Ushuli inilah yang paling berperan pada masa Syafawi. Di bidang teologi mereka mandapat dukungannya dalam madzhab mu’tazillah. Pertemuan kedua elemen kelompok inilah yang berperan pada terwujudnya perkembangan baru dalam bidang filsafat dan ilmu pengetahuan di dunia Islam yang kemuadian melahirkan beberapa filsuf dan ilmuan.
Menurut Hodgson, ada dua aliaran filsafat yang berkembang pada masa Syafawi tersebut, yaitu:
a. Aliran filsafat “Perifatetik” sebagaimana yang dikemukakan oleh Aristoteles dan al-Farabi.
b. Filsafat “Isyraqi” yang dibawa oleh Suhrawardi pada abad XII.
Kedua aliran ini banyak dikembangkan di perguruan tinggi Isfahan dan Syiraz. Di bidang filsafat ini muncul beberapa nama filsuf di antaranya: Mir Damad aliyas Muhammad Baqir Damad (w.1631 M) yang dianggap sebagai guru ke-3 (Mu’alim Tsalits) sesudah Aristoteles dan al-Farabi. Yang mempunyai banyak karya tulis dalam berbagai bidang, seperti fiqih, teologi dan filsafat yang tertulis dalam dua bahasa yaitu Arab dan Persia. Di antaranya yang terkenal adalah Qabasat dan Taqdisat, dua bukunya di bidang filsafat.
Tokoh filsafat lainnya adalah Mulla Shadra atau Shadr al-Din al-Syirazi yang menurut Amir Ali, ia adalah seorang dialektikut yang paliang cakap di zamnnya. Sayyid Husain Nasr memilih Asfar al-Arba’ah sebagai salahsatu karyamullah yang terbesar di antara beratus-ratus karyanya. Buku tersebut oleh Nasr disamakan dengan as-Syifa-nya memiliki kemampuan untuk mengambil jalan tengah antara filsafat perifatetik ibn Sina dengan filsafat esoteric ibn Arabi, sehingga karyanya dipandang monumental sebagai tingkat perjalanan agnostic yang sistematis dengan baju logika. Berkembangnya tipe filsafat macam ini tampaknya sesuai dengan kecenderungan mereka melakukan kehidupan sofistik disamping minat yang besar terhadap ilmu pengetahuan dan cara berfikr mendalam atau filsafat.[12]
E. Masa Kemunduran Kerajaan Syafawi
Kerajaan Syafawi sudah mengalami kehancuran setelah wafatnya Abbas I, tetapi tanda kehancuran total mulai kelihatan ketika khalifah Sulaiman berkuasa. Ia balas dendam karena rezim Syiah mengadakan pemerasan dan penindasan terhadap rakyat, termasuk kepada ulama dari paham-paham Sunni dipaksa menerima paham Syiah. Puncak kehancurannya terjadi saat kekuasaan dipimpin oleh Syah Sultan Husain II.. pada saat itu Iran diserang oleh pasukan Turki Usmani dan bangsa Rusia yang berbatasan dengan daerahnya. Akhirnya (1724) mereka bersepakat untuk membagi wilayah kekuasaan Trans-kaukasus, yaitu pihak Turki Usmani mendapat daerah Armenia dan beberapa wilayah Azerbaijan, sedangkan Rusia menerima beberapa provinsi sekitar laut Caspia, Jhilan, Mazandaran, dan Austrakhan Austrabad)[13].
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian makalah tersebut di atas, maka penulis dapat mengambil beberapa kesimpulan, diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Kerajaan safawi berasal dari sebuah gerakan tarekat yang berdiri di Ardabil, sebuah kota di Azerbaijan.
2. Penyebab persaingan antara keduan penguasa muslim berasal dari kebencian Salim dan pengejaran terhadap seluruh umat muslim syi’ah yang ada didaerah kekuasaannya.
3. Setelah Shah Thamasp meninggal terjadilah benturan antara para pengeran Safawi dengan Suku Kijilbash. ia membagi wilayah kekuasaannya kepada para pangeran.
4. Corak kemajuan dinasti Safawiyah sebagai berikut
a. Kemajuan dibidang politik
b. Kemajuan dibidang ekonomi
c. Kemajuan dibidang fisik dan tata kota (seni)
d. Kemajuan dibidang filsafat dan sains
5. Kerajaan Syafawi sudah mengalami kehancuran setelah wafatnya Abbas I, tetapi tanda kehancuran total mulai kelihatan ketika khalifah Sulaiman berkuasa.
B. Kritik dan Saran
Apa bila dalam pembuatan makalah ini yang sangat sederhana, tentulah banyak suatu kekurangan dan kesalahan yang akan timbul. Maka dari itu kami sebagai penyusun mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari berbagai pihak agar menjadi bahan pembelajaran bagi penyusun makalah ini. Dengan adanya makalah ini semoga dapat menambah wawasan pemakalah dan pembaca mengenai sejarah perkembangan Islam Safawi di Persia.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Karim M. 2007. Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam. Yogyakarta: Pustaka Book Publisher.
Sunanto Musyirifah. 2003. Sejarah Islam Klasik perkembangan ilmu Pengetahuan Islam. Bogor: Kencana.
Thoyir Ajid. 2004. Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam. Jakarta: PT. Raja Gafindo Persada.
al-Usairy Ahmad. 2003. Sejarah Islam (Sejak Zaman Nabi Adam Hingga Abad XX. Jakarta: Akbar Media Eka Sarana.
Yatim Badri. 1994. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: PT. Raja Gafindo Persada.
[1] Harun NAsution,pembaharuan dalam islam: Sejarah, pemikiran dan gerakan (Jakarta:bulan bintang,1992), hlm. 14.
[2] G.H.Jansen,Islam Militan,TErj.Armahedi Mahzar,(Bandung:Pustaka,cet.I 1980) hlm.234.
[3] M.Abdul Karim. Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, cet. I Yogyakarta.hlm.305
[4] Badri Yatim MA, Sejarah Peradaban IslamI, cet. 16, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004), hlm, 138
[5] Ibid.
[6] Ibid. Op. Cit. hlm.306
[7] Ibid.hlm;307
[8] Ibid.
[9] Ajid Thohir. Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam (Melacak Akar-akar Sejarah, Sosial, Politik, dan Budaya Umat Islam).Cet.I (Jakarta:2004) Hal. 173
[10] Musyrifah Sunanto. Sejarah Islam Klasik (Perkembangan Ilmu Pengetahuan Islam) Cet.I (Bogor: Kencana 2003) Hal. 256-257
[11] Ibid Hal.257-258
[12] Ajid Thohir. Op.cit . hal 174-178
[13] M.abdul Karim.loc.cit., hlm. 308-309
Tidak ada komentar:
Posting Komentar