Kamis, 02 Mei 2013

PENDIDIKAN ISLAM


 By:MARDIANTO

BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
            Perkembangan ilmu tepatnya dalam millenium baru peran globalisasi sangat mendominasi aktivitas masyarakat kebutuhan akan format suatu system pendidikan yang dirasa sangat perlu di upayakan. kondisi ini lebih di sebabkan karena sangat urgennya pendidikan dalam pendidikan anak didik,keberadaannya harus bisa di laksanakan secara komprehensif dan di simultan antara nilai dan sikap,pengetahuan, kecerdasan dan keterampilan, serta kemampuan komunikasi dan kesadaran akan ekologi lingkungan.
            Pendidikan islam lebih luas dari pada system pendidikan di barat yang demokratis dan timur yang sosialis,karena ia bertujuan untuk melati kepekaan murid dalam tingkah laku yang ada dalam sikap mereka di pimpin oleh nilai-nilai etika dan spiritual islam.perbedaan dasar lainnya terletak pada konsepnya tentang manusia, karena Indonesia sebagai Negara yang cukup potensial dalam perkembangan pendidikan tentu saja harus bisa menyesuaikan dengan kondisi kekinian.
            Dalam tiap aktivitas manusia sebagai instrumen transformasi ilmu pengetahuan budaya dan sebagai agen perubahan sosial pendidikan memerlukan satu landasan fundamental atau baik yang kuat. Adapaun dasar yang di maksud adalah dasar pendidikan Islam suatu totalitas pendidikan yang wajib bersandar pada landasan dasar sebagaimana yang akan dibahas dalam bagian berikut ini.
B.  Rumusan Masalah
            Berdasarkan later belakang penulisan makalah di atas, maka pemakalah dapat merumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut:
     
      1.   Apa yang di maksud pendidikan?
      2.   Apa dasar-dasar pendidikan Islam?
      3.   Bagaimana peran Lembaga Islam dalam perubahan Sosial?
BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Pendidikan                     
            Dalam arti luas, pendidikan adalah berusaha membangun seseorang untuk lebih dewasa. Atau Pendidikan adalah suatu proses transformasi anak didik agar mencapai hal hal tertentu sebagai akibat proses pendidikan yang diikutinya Sebaliknya menurut Jean Praget pendidikan berarti menghasilkan atau mencipta walaupun tidak banyak. Pendidikan adalah segala situasi hidup yang mempengaruhi pertumbuhan individu sebagai pengalaman belajar yang berlangsung dalam segala lingkungan dan sepanjang hidup.
            Menurut Miramba, pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani anak didik menuju terbentuknya kepribadian yang utama. Definisi ini agaknya yang banyak dipakai di indonesia.
            Dalam Islam pendidikan didefinisikan sebagai berikut, bimbingan yang diberikan oleh seseorang kepada seseorang agar ia berkembang secara maksimal sesuai dengan ajaran Islam. Lebih jelasnya pendidikan adalah setiap proses di mana seseorang memperoleh pengetahuan, mengembangkan kemampuan/keterampilan sikap atau mengubah sikap.
            Secara garis besar, Pendidikan mempunyai fungsi sosial dan individual. Fungsi sosialnya adalah untuk membantu setiap individu menjadi anggota masyarakat yang lebih efektif dengan memberikan pengalaman kolektif masa lampau dan kini. Fungsi individualnya adalah untuk memungkinkan seorang menempuh hidup yang lebih memuaskan dan lebih produktif dengan menyiapkannya untuk menghadapi masa depan (pengalaman baru). Proses pendidikan dapat berlangsung secara formal seperti yang terjadi di berbagai lembaga pendidikan. Ia juga berlangsung secara informal lewat berbagai kontak dengan media komunikasi seperti buku, surat kabar, majalah, TV, radio dan sebagainya atau non formal seperti interaksi peserta didik dengan masyarakat sekitar.[1]
B.Landasan Pendidikan Islam
            Dalam tiap aktivitas manusia sebagai instrumen transformasi ilmu pengetahuan budaya dan sebagai agen perubahan sosial pendidikan memerlukan satu landasan fundamental atau baik yang kuat. Adapaun dasar yang di maksud adalah dasar pendidikan Islam suatu totalitas pendidikan yang wajib bersandar pada landasan dasar.
            Dalam tiap aktivitas manusia sebagai instrumen transformasi ilmu pengetahuan budaya dan sebagai agen perubahan sosial pendidikan memerlukan satu landasan fundamental atau baik yang kuat. Adapaun dasar yang di maksud adalah dasar pendidikan Islam suatu totalitas pendidikan yang wajib bersandar pada landasan dasar sebagaimana yang akan dibahas dalam bagian berikut ini.[2]
1.       al-Qur’an
      al-Qur’an ialah firman Allah berupa wahyu yang disampaikan oleh Jibril kepada Nabi Muhammad SAW. Di dalam terkandung ajaran pokok yang dapat dikembangkan untuk keperluan aspek kehidupan melalui ijtihad. Ajaran yang terkandung dalam al-Qur’an itu terdiri dari dua prinsip besar yaitu yang berhubungan dengan masalah keimanan yang disebut aqidah dan yang berhubungan dengan amal disebut syari’ah. Oleh karena itu pendidikan Islam harus menggunakan al-Qur’an sebagai sumber dalam merumuskan berbagai teori tentang pendidikan Islam sesuai dengan perubahan dan pembaharuan.
2.       Sunnah
      Sunnah ialah perkataan perbuatan ataupun pengakuan rasul. Yang di maksud dengan pengakuan itu ialah kejadian atau perbuatan orang lain yang diketahui oleh Rasulullah dan beliau membiarkan saja kejadian atau perbuatan itu berjalan. Sunnah merupakan sumber ajaran kedua sesudah al-Qur’an yang juga sama berisi pedoman untuk kemaslahatan hidup manusia dalam segala aspek untuk membina umat menjadi manusia seutuh atau muslim yang bertaqwa. Untuk itulah rasul Allah menjadi guru dan pendidik utama.
      Maka dari pada itu, Sunnah merupakan landasan kedua bagi cara pembinaan pribadi manusia muslim dan selalu membuka kemungkinan penafsiran berkembang. Itulah sebab mengapa ijtihad perlu ditingkatkan dalam memahami termasuk yang berkaitan dengan pendidikan. Sunnah juga berfungsi sebagai penjelasan terhadap beberapa pembenaran dan mendesak untuk segara ditampilkan yaitu :
a.       Menerangkan ayat-ayat al-Qur’an yang bersifat umum
b.       Sunnah mengkhitmati al-Qur’an.
3.       Ijtihad
      Ijtihad adalah istilah para fuqoha yaitu berfikir dengan menggunakan seluruh ilmu yang dimiliki oleh ilmuan syari’at Islam untuk menetapkan atau menentukan sesuatu hukum syara’ dalam hal-hal yang ternyata belum ditegaskan hukum oleh al-Qur’an dan Sunnah. Namun dengan demikian ijtihad dalam hal ini dapat saja meliputi seluruh aspek kehidupan termasuk aspek pendidikan tetapi tetap berpedoman pada al-Qur’an dan Sunnah.
      Oleh karena itu, ijtihad dipandang sebagai salah satu sumber hukum Islam yang sangat dibutuhkan sepanjang masa setelah rasul Allah wafat. Sasaran ijtihad ialah segala sesuatu yang diperlukan dalam kehidupan yang senantiasa berkembang. Ijtihad dalam bidang pendidikan sejalan dengan perkembangan zaman yang semakin maju bukan saja dibidang materi atau isi melainkan juga dibidang sistem.[3]
      Secara substansial ijtihad dalam pendidikan harus tetap bersumber dari al-Qur’an dan Sunnah yang diolah oleh akal yang sehat dari para ahli pendidikan Islam.
B.     Lembaga Pendidikan 
            Tidak bisa kita pungkiri lagi bahwa lembaga pendidikan memberikan pengaruh yang signifikan terhadap corak dan karakter masyarakat. Belajar dari sejarah perkembanganya lembaga pendidikan yang ada di indonesia memiliki beragam corak dan tujuan yang berbeda-beda sesuai dengan kondisi yang melingkupi, mulai dari zaman kerajaan dengan bentuknya yang sangat sederhana dan zaman penjajahan yang sebagian memiliki corak ala barat dan gereja, dan corak ketimuran ala pesantren sebagai penyeimbang, serta model dan corak kelembagaan yang berkembang saat ini tentunya tidak terlepas dari kebutuhan dan tujuan-tujuan tersebut.
            Dalam upaya meningkatkan mutu sumber daya manusia, mengejar ketertinggalan di segala aspek kehidupan dan menyesuaikan dengan perubahan global serta perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, bangsa Indonesia melalui DPR dan Presiden pada tanggal 11 Juni 2003 telah mensahkan Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional yang baru, sebagai pengganti Undang-undang Sisdiknas Nomor 2 Tahun 1989. Undang-undang Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003 yang terdiri dari 22 Bab dan 77 pasal tersebut juga merupakan pengejawantahan dari salah satu tuntutan reformasi yang marak sejak tahun 1998.
            Perubahan mendasar yang dicanangkan dalam Undang-undang Sisdiknas yang baru tersebut antara lain adalah demokratisasi dan desentralisasi pendidikan, peran serta masyarakat, tantangan globalisasi, kesetaraan dan keseimbangan, jalur pendidikan, dan peserta didik.
            Sebagai sistem sosial, lembaga pendidikan harus memiliki fungsi dan peran dalam perubahan masyarakat menuju ke arah perbaikan dalam segala lini. Dalam hal ini lembaga pendidikan memiliki dua karakter secara umum. Pertama, melaksanakan peranan fungsi dan harapan untuk mencapai tujuan dari sebuah sitem. Kedua mengenali individu yang berbeda-beda dalam peserta didik yang memiliki kepribadian dan disposisi kebutuhan. Kemudian sebagai agen perubahan lembaga pendidikan berfungsi sebagai alat:[4]
1.      Pengembangan pribadi
2.      Pengembangan warga
3.      Pengembangan Budaya
4.      Pengembangan bangsa 
C.     Klasifikasi Lembaga Pendidikan
            Upaya mewujudkan kesejahteraan masyarakat pada dasarnya merupakan cita-cita dari pembangunan bangsa. Kesejahteraan dalam hal ini mencakup dimensi lahir batin, material dan spiritual. Lebih dari itu pendidikan menghendaki agar peserta didiknya menjadi individu yang menjalani kehidupan yang aman dan damai. Oleh karena itu pembangunan lembaga pendidikan  diharapkan dapat memberikan kontribusi nyata dalam mewujudkan Indonesia yang aman, damai, dan sejahtera. Sejalan dengan realitas kehidupan sosial yang berkembang di masyarakat, maka pengembangan nilai-nilai serta peningkatan mutu pendidikan tentunya menjadi tema pokok dalam rencana kerja pemerintah dalam membangun lembaga pendidikan.
            Lembaga pendidikan di indonesia dalam UU bisa kita klasifikasikan menjadi dua kelompok yaitu: sekolah dan luar sekolah, selanjutnya pembagian ini lebih rincinya menjadi tiga bentuk:
1.      Informal.
2.      Formal, dan
3.      Nonformal
            Sebelum kita melngkah pada pembahasan lebih jauh, tentunya kita harus mengetahui peran masing-masing lembaga secara umum, ketiga klasifikasi di atas dalam pergumulanya di masyarakat memiliki peran yang berbeda-beda, lembaga pendidikan pertama, yaitu informal atau keluarga, ranah garapanya adalah lebih banyak di arah kan dalam pembentukan karakter atau keyakinan dan norma.  Lembaga pendidikan kedua, yaitu formal atau sekolah, peran besarnya lebih banyak di arahkan pada pengembangan penalaran murid. Yang terakhir lembaga pendidikan ketiga, yaitu masyarakat, peranya lebih banyak pada pembentukan karakter sosial.
            Ketiga pembagian di atas adalah merupakan perubahan mendasar, Dalam Sisdiknas yang lama  pendidikan informal (keluarga) tersebut sebenarnya juga telah diberlakukan, namun masih termasuk dalam jalur pendidikan luar sekolah,  dan  ketentuan penyelenggaraannyapun tidak konkrit. Penjelasan dari klasifikasi tersebut adalah:
1.      Pendidikan informal, atau pendidikan pertama
      Pendidikan formal adalah kegiatan pendidikan yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan yang berbentuk kegiatan belajar secara mandiri, hal ini adalah menjadi pendidikan primer bagi peserta dalam dalam pembentukan karakter dan kepribadian, hal ini penulis pikir sesuai dengan konsep al Qur’an dalam masalah pendidikan dikeluarga yaitu menjaga keluarga kita dari hal-hal yang negatif, firman Allah: [5]  Q.S aT-Tahrim  ayat: 6
  (قوا أنفسكم وأهليكم نارا                                                                                         
Artinya:Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api naraka                                
2.      Pendidikan nonformal, atau pendidikan kedua
      Pendidikan ini meliputi pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan, pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja, pendidikan kesetaraan, serta pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik. Satuan pendidikan nonformal meliputi lembaga kursus, lembaga pelatihan, kelompok belajar, pusat kegiatan belajar masyarakat (PKBM), dan majelis taklim, serta satuan pendidikan yang sejenis. Hasil pendidikan nonformal dapat dihargai setara dengan hasil program pendidikan formal setelah melalui proses penilaian penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk oleh pemerintah (pusat) dan pemerintah daerah dengan mengacu pada standard nasional pendidikan. Adapun pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, atau ingin melengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat, yang berfungsi mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional
3.      Jalur formal
      Pendidikan formal adalah lembaga pendidikan yang terdiri dari pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi dengan jenis pendidikan:
a.       Umum
b.      Kejuruan
c.       Akademik
d.      Profesi
e.       Advokasi
f.       Keagamaan.
      Pendidikan formal dapat coraknya diwujudkan dalam bentuk satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah (pusat), pemerintah daerah dan masyarakat.
      Pendidikan dasar yang merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah berbentuk lembaga sekolah dasar (SD) dan madrasah ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat, serta sekolah menengah pertama (SMP)  dan madrasah tsanawiyah (Mts) atau bentuk lain yang sederajad.
      Sebelum memasuki jenjang pendidikan dasar, bagi anak usia 0-6 tahun diselenggarakan pendidikan anak usia dini, tetapi bukan merupakan prasyarat untuk mengikuti pendidikan dasar. Pendidikan anak usia dini dapat diselenggarakan melalui jalur formal (TK, atau Raudatul Athfal), sedangkan dalam nonformal bisa dalam bentuk ( TPQ, kelompok bermain, taman/panti penitipan anak) dan/atau informal (pendidikan keluarga atau pendidikan yang diselenggarakan oleh lingkungan
      Sedangkan Pendidikan menengah yang merupakan kelanjutan pendidikan dasar terdiri atas, pendidikan umum dan pendidikan kejuruan yang berbentuk Sekolah Menengah Atas (SMA), Madrasah Aliyah (MA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), dan Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK) atau bentuk lain yang sederajad.
      Yang terakhir adalah pendidikan tinggi yang merupakan jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah, pendidikan ini mencakup program pendidikan
a.       Diploma
b.      Sarjana
c.       Magister
d.      Doktor,
            Perguruan tinggi memiliki beberapa bentuk
a.       Akademi
b.      Politeknik
c.       Sekolah tinggi
d.      Institut atau universitas
Yang secara umum lembaga-lembaga tinggi ini dibentuk dan diformat untuk menyelenggarakan pendidikan, penelitian dan pengabdian pada masyarakat, serta menyelenggarakan program akademik, profesi dan advokasi.
Semua lembaga formal di atas diberi hak dan wewenang oleh pemerintah untuk memberikan gelar akademik kepada setiap peserta didik yang telah menempuh pendidikan di lembaga tersebut,. Khusus bagi perguruan tinggi yang memiliki program profesi sesuai dengan program pendidikan yang diselenggarakan doktor berhak memberikan gelar doktor kehormatan (doktor honoris causa) kepada individu yang layak memperoleh penghargaan berkenaan dengan jasa-jasa yang luar biasa dalam bidang ilmu pengetahuan, teknologi, kemasyarakatan, keagamaan, kebudayaan, atau seni
             Untuk menagulangi permasalahan yang cukup aktual dan meresahkan masyarakat saat ini, seperti pemberian gelar-gelar instan, pembuatan skripsi atau tesis palsu, ijazah palsu dan lain-lain, pemerintah telah mengatur dan mengancam sebagai tindak pidana dengan sanksi yang juga telah ditetapkan dalam UU Sisdiknas yang baru (Bab XX Ketentuan Pidana, pasal 67-71).[6]
D.    Lembaga Pendidikan Dan Perubahan Sosial
            Telah dipahami oleh para pendidik bahwa misi pendidikan adalah mewariskan ilmu dari generasi ke generasi selanjutnya. Ilmu yang dimaksud antara lain: pengetahuan, tradisi, dan nilai-nilai budaya (keberadaban). Secara umum penularan ilmu tersebut telah di emban oleh orang-orang yang terbeban terhadap generasi selanjutnya. Mereka diwakili oleh orang yang punya visi kedepan, yaitu menjadikan serta mencetak generasi yang lebih baik dan beradab. Peradaban kuno mencatat methode penyampaian  ajaran lewat tembang dan kidung, puisi ataupun juga cerita sederhana yang biasanya tentang kepahlawanan
            Perubahan sosial budaya masyarakat sebagaimana yang kita bicarakan di atas tikan akan pernah bisa kita hindari, sehinga akan menuntut lembaga pendidikan sebagai agen perubahan untuk menjawab segala permasalahan yang ada. Dalam permasalahan ini lembaga pendidikan haruslah memiliki konsep dan prinsip yang jelas, baik dari lembaga formal ataupun yang lainya, demi terwujudnya cita-cita tersebut, kiranya maka perlulah diadakanya pembentukan kurikulum yang telah disesuaikan. Prinsib dasar pembentukan tersebut adalah meliputi:
1.      Perumusan tujuan institusional yang meliputi:
a.       Orientasi pada pendidikan nasional
b.      Kebutuhan dan perubahan masyarakat
c.       Kebutuhan lembaga.
2.      Menetapkan isi dan struktur progam
3.      Penyusunan strategi penyusunan  dan pelaksanaan kurikulum
4.      Pengembangan progam
            Diharapkan nanti dengan persiapan dan orientasi yang jelas sebagaimana di atas, diharapkan lembaga-lembaga pendidikan akan mampu mencetak kader-kader perubahan ke arah perbaikan di masyarakat. Selanjutnya mengenai pengembangan kurikulum ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh lembaga pendidikan, yaitu:[7]
a.       relevansi dengan dengan pendidikan lingkungan hidup masyarakat
b.      sesuai dengan perkembangan kehidupan masa sekarang dan akan datang
c.       efektifitas waktu pengajar dan peserta didik
d.      efisien, dengan usaha dan hasilnya sesuai
e.       kesinambungan antara jenis, progam, dan tingkat pendidikan
f.       fleksibelitas atau adanya kebebasan bertindak dalam memilih progam, pengembangan progam, dan kurikulum pendidikan.
E. Kurikulum dan Sistem Pembelajaran
1.   Kurikulum Meunasah
2)      Kurikulum pendidikan Islam yang diselenggarakan di meunasah tidak dapat dipahami sebagaimana kurikulum modern yang mengandung komponen: tujuan, isi, organisasi, dan strategi. Kurikulum dengan segala komponennya sulit ditentukan dalam literatur-literatur pendidikan Islam pada masa kesultanan Aceh tersebut. Oleh karena itu, kurikulum pendidikan Islam di meunasah dalam tulisan ini dipahami sebagai subjek atau materi-materi ilmu pengetahuan yang diajarkan dalam suatu proses pendidikan.
3)      Mengenai kurikulum yang diberlakukan di lembaga pendidikan dasar ini adalah sejumlah mata pelajaran dasar yang pada umumnya berlaku pada kurikulum pendidikan rendah, di madrasah pendidikan rendah. Materi pokok yang diajarkan biasanya berupa: al-Qur’an, agama, membaca, menulis dan syair. Pada bebrapa kesempatan kadang juga diberikan mata pelajaran Nahwu, cerita-cerita, dan pelajaran keterampilan (meu’en cabang, meu’en galah cak igeuet, boh awo, meu’en gaseng sebagai permainan dan asah otak.
4)      M. Sadli, dalam Abudin Nata menjelaskan bahwa meunasah pada umumnya mendidik anak gampông khususnya anak laki-laki, selama dua sampai sepuluh tahun. Pengajarannya berlangsung pada malam hari (ba’da shalat fardhu). Materi yang diajarkan meliputi pendidikan dasar yang dimulai dengan diajarkan al-Qur’an yang dalam bahasa Aceh disebut Beuët Quruan. Biasanya pelajaran dimulai dengan mengajarkan huruf Hijaiyah, seperti yang terdapat dalam kitab Kaidah Baghdadiyah. Diteruskan kemudian dengan membaca juz ‘amma, menghafal surat-surat pendek dan baru membaca al-Qur’an besar dengan pelajaran tajwidnya. Materi berikutnya di samping al-Qur’an dan tajwidnya adalah diajarkan juga pokok-pokok agama (dasar-dasar agama), seperti rukun Islam, rukun Iman, dan sifat-sifat Tuhan. Materi lainnya yaitu diajarkan rukun shalat, puasa, dan zakat.
5)      Kegiatan belajar itu berlangsung sepanjang minggu, kecuali malam Jum’at yang umumnya digunakan untuk acara kesenian yang bernafaskan Islam. Kesenian tersebut berupa nyayian (sya’ir), terutama nyayian yang berhubungan agama dan dakwah, seperti qasidah, rapai, dalael, meurukôn, dikê atau seulaweut (berasal dari kata zikir dan shalawat).
6)      Buku-buku pelajaran yang diberikan di lembaga meunasah, bila melihat materi-materi yang diberikan antara lain; Kitab Bidayah al-Hidayah, Kitab Perukunan, Risalah Masail al-Muhtadin karya Syeikh Daud Rumi (Baba Daud) dan karya Syeikh Muhammad Zain Ibn Faqih Jalal al-Din. Isi kitab-kitab tersebut meliputi dasar rukun Islam dan fiqih, yang merupakan kupasan ringkas pokok dokrin Islam serta kewajiban keagamaan umat Islam.
7)      Selain mempelajari al-Qur’an dan kitab-kitab yang telah disebutkan tadi, di meunasah aneuk miet beuët juga diajarkan tentang akhlak kesopanan, pantangan-pantangan dalam masyarakat Aceh yang sudah menjadi adat kebiasaan, seperti larangan memegang kepala orang lain, menyepak orang, menunjuk sesuatu dengan kaki, mengeluarkan angin dari dubur hingga dapat didengar orang lain -terutama dalam majelis, mengeluarkan angin dari mulut tatkala makan bersama-sama orang lain (geureu-ob), duduk di tangga dengan berselimut pada pagi hari, dan lain-lain. Tidak ada kitab rujukan khusus dalam hal ini, tetapi pantangan-pantangan tersebut langsung diajarkan teungku yang biasanya memahami adat dan budaya Aceh.
8)      Selain mempelajari pokok-pokok ajaran Islam, di meunasah anak-anak diajarkan juga berbagai keterampilan. Berbeda dengan pengajian, biasanya keterampilan tidak diajarkan oleh teungku meunasah, tetapi oleh orang-orang tua atau dewasa tertentu yang ada di gampông yang bersangkutan. Adapun jenis-jenis keterampilan yang diajarkan (terutama kepada remaja dan pemuda (aneuk miet rayeuk) antara lain: a) memutar tali dari ijuk, sabut kelapa, serat kulit kayu; b) membuat alat-alat pertanian tradisonal seperti langai, creuh dan sebagainya; c) membuat alat-alat penangkap ikan, seperti pukat,  jeuë, sawoek dan sebagainya; d) berbagai anyaman dari rotan, kulit bambu, kulit rumbia dan sebagainya.
9)      Kurikulum tersebut, pada hakikatnya merupakan aplikasi dari pendidikan tingkat rendah yang telah dikêmukakan oleh para tokoh dan pemerhati pendidikan. Ibn Sina (930-1037 M) berpendapat, sebagaimana dikutip oleh Asma Hasan Fahmi yang diterjemahkan Ibrahim Husein bahwa:
10)  Mendidik anak-anak dimulai dengan mengajarkan al-Qur’an, karena anak-anak telah siap dari segi fisik dan mental untuk menerima pendiktean… pada waktu yang sama pula diajarkannya huruf hija dan diajarkannya dasar agama…mempelajari sya’ir dan artinya (makna)… yang menceritakan keutamaan budi pekerti, yang memuji ilmu pengetahuan, yang mencela kebodohan, yang menyuruh hormat ibu bapak….
11)  Pendapat tersebut sangat berdasar karena materi yang diberikan sesuai dengan tingkat kemampuan anak didik (aneuk miet beuët) yang masih segar dan jernih. Di samping itu berhubungan juga dengan pentingnya materi-materi dasar tersebut sebagai penguat fondasi berfikir dan emosional anak didik.
12)  Walaupun demikian, kurikulum yang diberlakukan di meunasah sangat bergantung pada Teungku Meunasah. Apabila pengetahuan agama para teungku sangat kurang, materi pembelajaran yang diberikan sangat terbatas, kadang hanya pada hal-hal yang penting (praktis ibadah) saja seperti rukun shalat, rukun berpuasa, dan kewajiban membayar zakat. Dengan pertimbangan tersebut, maka pada masa itu Teungku Meunasah benar-benar dipilih lewat mufakat oleh warga gampông dan dicari orang yang malem (alim), biasanya lulusan dayah atau dayah teungku chik. Hal ini bertujuan agar dalam proses belajar teungku tidak mengalami hambatan dan penguasaan materi-materi yang harus diajarkan benar-benar mumpuni.
13)  2. Sistem Pembelajaran Meunasah
14)  a.Metode penyampaian materi
15)  Pada lembaga meunasah pada umumnya, metode pembelajaran yang digunakan adalah halaqah (dalam lingkaran) klasikal sesuai dengan sifat meunasah sebagai lembaga pendidikan tradisonal. Halaqah pada prakteknya seorang teungku memberikan pengajaran dengan posisi duduk di tengah, sementara anak didik (murib; aneuk miet beuët) mengelilingi teungku. Metode lain yang diterapkan dalam penyampaian materi pelajaran adalah metode sorogan, yang umum dilaksanakan di pesantren yaitu anak didik belajar secara perorangan di hadapan teungku.
16)  Proses pembelajaran yang dilaksanakan di meunasah pada hakikatnya belajar secara alamiah dengan penerapan metode-metode, seperti: (1) mengeja yaitu seorang teungku mula-mula mengajarkan atau memperkenalkan huruf dengan bunyi (alif…ba…ta….tsa….dan seterusnya). Pada tahap mengeja ini penekanan lebih banyak tertuju pada lafal bacaan-bacaan bahasa Arab, daripada memahami isi al-Qur’an; (2) menghafal surat-surat pendek al-Qur’an. Pada prakteknya seorang murib (anak didik) melakukan penghafalan ayat-ayat al-Qur’an dan surat pendek di hadapan teungku. Pada tahapan ini seorang murib berkosentrasi kepada alat dengar, mengucapkan dengan lidah berulang-ulang agar tajwidnya benar.
17)  Berbagai upaya teungku dilaksanakan agar tujuan pengajaran dapat dicapai yaitu seorang anak didik dapat membaca membaca al-Qur’an dan menamatkan (khatam) al-Qur’an. Walaupun anak didik tidak memahami makna dan tafsir al-Qur’an, tetapi sistem pembelajaran halaqah, sorogan dan metode mengeja-menghafal. Persoalan makna dan tafsir al-Qur’an pada pengajaran tingkat dasar di meunasah tidak mendapatkan tekanan yang penting, mengingat penguatan makna dan tafsir dilaksanakan kurikulum tingkat pendidikan di atasnya yaitu rangkang dan dayah.
18)  Perlu dijelaskan bahwa materi pembelajaran yang diberikan pada lembaga pendidikan keagamaan di Aceh hanya mencakup satu jenis ilmu, yang dalam istilah Aceh disebut eleumeë (dari kata Arab ‘ilm: ilmu). Menurut Taufik Abdullah, eleumeë meliputi segala sesuatu yang harus dipercayai dan dilaksanakan oleh setiap muslim sesuai dengan kehendak Allah SWT yang diwahyukan pada Nabi Muhammad SAW. Ilmu tersebut diarahkan untuk mencapai cita-cita tinggi, mulia serta praktis yang memungkinkan manusia memenuhi kehendak Tuhan. Hal-hal yang berhubungan dengan eleumeë tersebut antara lain; masalah aqidah, ibadah dan mu’amalah yang dituntut syari’at Islam. Berdasarkan pemahaman tersebut, anak didik (murib) diharapkan dapat beriman, beribadah dan bekerja sesuai dengan tuntutan Islam. [8]


BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
-          Dalam tiap aktivitas manusia sebagai instrumen transformasi ilmu pengetahuan budaya dan sebagai agen perubahan sosial pendidikan memerlukan satu landasan fundamental atau baik yang kuat. Adapaun dasar yang di maksud adalah dasar pendidikan Islam suatu totalitas pendidikan yang wajib bersandar pada landasan dasar sebagaimana yang akan dibahas dalam bagian berikut ini
-          Dalam Islam pendidikan didefinisikan sebagai berikut, bimbingan yang diberikan oleh seseorang kepada seseorang agar ia berkembang secara maksimal sesuai dengan ajaran Islam.
-          Dalam upaya meningkatkan mutu sumber daya manusia, mengejar ketertinggalan di segala aspek kehidupan dan menyesuaikan dengan perubahan global serta perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, bangsa Indonesia melalui DPR dan Presiden pada tanggal 11 Juni 2003 telah mensahkan Undang-undang Sistem Pendidikan
-          Perubahan sosial budaya masyarakat sebagaimana yang kita bicarakan di atas tikan akan pernah bisa kita hindari, sehinga akan menuntut lembaga pendidikan sebagai agen perubahan untuk menjawab segala permasalahan yang ada
B.     Saran
Dengan adanya makalah ini, kami sangat mengaharapkan masukan dari pemabaca, guna untuk kesempurnaan makalah ini, dan kami menyadari bahwa tidak ada manusia yang sempurna didunia ini, intuk itu dalam pembuatan makalah ini tentulah ada banyak kekurangan baik dari segi reverensi juga keterbatasan ilmu yang kami miliki.


DAFTAR PUSTAKA
Nasr, Hossen. Liman, Oliver. Ensiklopedi Tematis Filsafat Islam. Cet. I. Bandung: PT Mizan Pustaka. 2003
Su’ud, Abu. Islamologi : Sejarah, Ajaran, dan Peranannya dalam Peradaban Umat Manusia. Cet. I. Jakarta: PT Rineka Cipta. 2003
Watt, William Montgomerty. yang diterjemahkan dalam judul asli Islam, A Short History. Cet. I. Yogyakarta: Penerbit Jendela. 2002
Prof.Dr.Suwito,MA.Fauzan,MA.Sejarah Sosial Pendidikan Islam. Cet.ke II. Jakarta:Kencana. 2008
www.ensiklopediaislam.com
http://www.google.co.id/Dasar-dasar sistem lembaga dan pendidikan islam


[1] William Montgomerty Watt, yang diterjemahkan dalam judul asli Islam, A Short History, Cet. I, (Yogyakarta: Penerbit Jendela, 2002) hlm. 48

[2] www.wikipedia.com
[3] Hossen Nasr, Oliver Liman, Ensiklopedi Tematis Filsafat Islam, Cet. I, (Bandung: PT Mizan Pustaka, 2003) hlm. 156-161

[4] Ibid,
[5] Ini dapat dilihat di www.ensiklopediaislam.com,judul:Tradisional pendidikan islam,pada tanggal:6 bulan 3 tahun 2012
[6] Ibid,
[7] Abu Su’ud, Islamologi : Sejarah, Ajaran, dan Peranannya dalam Peradaban Umat Manusia, Cet. I, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2003), hlm. 299

[8] http://www.google.co.id/Dasar-dasar sistem lembaga dan pendidikan islam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar